Langsung ke konten utama

Sahabat Sejati

(sebuah kisah dari sudut pandang SAYA)




Karena kita (baca: saya) adalah seorang ibu, karena kita adalah seorang istri dan kita adalah seorang anak, seringkali kita menahan airmata sebagai peringatan bahwa sekali dia jatuh maka derasnya akan melebihi air bah bendungan “jebol”, dan sekali dia jatuh maka dia tidak dapat melindungi orang-orang yang dicintainya. Sahabat sejati adalah pendamping setia yang seringkali membuat si airmata itu tidak perlu lagi jatuh, yang membuka luas emosi lain selain hanya itu-itu saja disaat kita sedang seorang diri.

Manusia menangis sendiri, wajar.  Manusia tertawa sendiri? Gila! Sahabat sejati membuat kita tertawa tanpa kita disebut gila, bahkan kita menertawakan derita, kita menertawakan hal yang jika kita pikirkan sendiri, tidak akan selucu itu!

Pernahkah kita merasa satu berkah berlimpah, entah itu kebahagiaan atas rizqi, atas anak, atas makanan lezat, atas prestasi gemilang, dan rasanya tidak lengkap jika kita tidak membagi berkah itu, melainkan dinikmati seorang diri? Sahabat sejati akan menyempurnakan kebahagiaan itu.
Namun pernahkah kita mencoba membagi satu berkah, tetapi salah orang? Setelah kita berbagi, kita mendapat berbagai kecaman, tuduhan pamer, tudingan miring atas prestasi kita, komentar berbau iri dan dengki, fitnah bahwa kita telah berbuat riya, dan sebagainya.
Seandainya pun kita ingin pamer, atau kita terpeleset berbuat riya, sahabat sejati dapat dengan jeniusnya dan secara diam-diam menyadarkan akan kesalahan kita tanpa membuat kita merasa hancur. JENIUS!

Sahabat sejati tidak memiliki ciri-ciri khusus, dan tidak menempati hati semua orang.
Saya percaya dan selalu berkata bahwa semua orang mempunyai lovers dan haters (istilahnya agak ekstrim memang).
Kadang kita mencoba memaksakan cara pandang kita dengan menolak situasi dimana orang yang kita anggap buruk perilakunya tapi banyak fansnya, atau minimal ada 1 fans setianya.
Kita tidak pernah tau arti orang itu dimata orang lain, apa hal mendalam yang membekas di hati orang lain tersebut dan sejauh mana orang itu bisa membuat hidup orang lain berubah.

Sahabat sejati tidak akan sanggup menjadi orang yang posesif sekalipun dia menginginkan itu.  Kali ini saya berterima kasih dengan teknologi socmed dan messenger, kadang saya lupa betapa jauhnya jarak antar benua antara saya dan dia.
Sahabat sejati bukan anti beda pendapat, bukan anti “berantem”, namun pada saat semua itu terjadi kita akan berusaha keras untuk kembali, saya pun masih belum tau apakah karena ada kebutuhan atau ternyata memang ada cinta (kok tiba-tiba terngiang lagu Bening yaa: ada cintaaa….hehe, udah  masuk lagu klasik kayaknya nih).


To all my true friends, I miss you so much, I miss you already, I am gonna miss you, ….. until we meet again

Komentar

  1. I'm gonna miss u too Mamiihh...
    Berharap semoga bisa ketemubloe lagih sebelum loe pergi ke pulang sebrang...sebrangnya lagiih...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Welcome to Makassar - Episode Bahasaku Bahasamu

Excited , waswas, panik, saat betul-betul menyadari bahwa sebentar lagi kami (saya dan anak-anak) harus pindah ke Makassar menyusul suami untuk menetap disana, entah berapa lama.  Sebagai emak-emak rempong tentu saja pada saat H minus sekian dan H plus sekian, masih saja rempong.  Banyak yang bertanya akan niat saya pindah, belum lagi yang berusaha menggagalkan kepindahan saya dengan black campaign nya hehehe.   Akhirnya tanggal 9 Januari 2016 saya untuk pertama kalinya dan dengan nekadnya mendarat juga di Makassar.   Setelah beberapa kali berkeliling, makan di rumah makan, jajan di minimarket, ke tempat londri, dapat saya simpulkan bahwa saya mengalami kesulitan berkomunikasi dengan mas-mas atau mba-mba yang mungkin pendidikannya tidak terlalu tinggi dan logat kedaerahannya sangat kental atau juga dengan orang yang usianya mungkin diatas 60 yaa, karena biasanya yang cukup berpendidikan atau yang usianya relatif sama dengan saya akan langsung m...

Ayam*, I want that tumbler

Otak ini selalu random memilih topik untuk ditulis, jadi jangan dipertanyakan motivasi tulisan saya kali ini :D (padahal dari judul obvious yak wakwaww) Jika black eye dianggap sebagai kopi sekopi-kopinya alias kopi banget, berarti kalau saya bilang saya ini peminum kopi tapi yang diminum kopi sachetan, piye? Eh tapi ga bangga juga sih jadi peminum kopi, itu kan judulnya pecandu kafein yaa?! Lepas dari nikotin, sekarang menemukan kafein.  Cuma membayangkan kopi saja bisa langsung merubah mood, kalau sehari belum ketemu jadi kangen ga ketulungan. Saya lama-lama jadi takut, apapun itu yang namanya “nyandu” efeknya ga bagus, apalagi ini kopi.  Kalau kecanduan sayur-sayuran sih ok aja lah.  Diluar manfaatnya baik atau tidak untuk tubuh, ini mungkin pikiran saya melayangnya kejauhan ya, saya jadi menyandarkan mood atau hidup kepada sesuatu yang sangat duniawi, walaupun hanya secangkir kopi. Please somebody tell me : it’s fine.. Buat saya kopi adalah minuman...

Haruskah saya bekerja lagi?

Merasa gagal menidurkan si bontot, biarlah dia bermain...dan permainannya menjilat kuas kemudian dia melukis diatas pot..ah sudahlah, bukan ini yang ingin saya bahas. Diskusi via WA hari ini dengan serorang sahabat membuat saya juga kembali bertanya, ada apa gerangan dengan pernikahan saat ini? Terutama mengenai tanggung jawab suami dan istri. Mengapa banyak sekali saya temui perempuan yang seolah tak memiliki pilihan sehingga harus terpaksa bekerja untuk menafkahi keluarga? Apakah suaminya terlalu cengeng? Apakah standar hidupnya tidak mau berubah? Apakah jangan-jangan sebetulnya si istri mencari-cari alasan seolah sulit untuk berhenti bekerja? Oh iya, bekerja yang saya maksud adalah keluar rumah untuk  mencari nafkah dari pagi hingga sore/malam dan meninggalkan pengasuhan anak kepada orang lain. Kadang kita merasa senang sekaligus bersalah disaat kita merasa sedang galau kemudian ada yang curhat dan kita merasa bersyukur dengan nasib kita yang serasa...