Langsung ke konten utama

Hari Kebangkitan Menulis




Saya tau saya harus memulai lagi sejak dulu dulu untuk menulis.
Persisnya, setelah kejadian pindah-memindah dokumen dari macbook ke pc, seluruh koleksi puisi saya: hilang!  Disitulah saya merasa sedih, terpuruk dan memusuhi "menulis".
Ayam*, kamu tidak sabotase kan? Mengingat memang dalam puisi itu kata-katanya mendalam, tertulis berlatar belakang kisah nyata, diantaranya urusan cinta, cinta yang bersambut maupun yang tersumbat.

Manusia punya cerita justru tidak boleh dilupa, jadikanlah itu bagian yang memang nyata ada, mau itu  baik atau buruk.  Kebanyakan manusia suka lari, pura-pura bego dan pura-pura lupa, entah untuk pencitraan atau belum mengenal dirinya sendiri.

Mulut saya kadang memang ember dalam menuturkan fakta baik tentang saya maupun tentang Anda. Jikalau suatu ketika ada tulisan saya yang menyentuh atau menyinggung perasaan Anda, maafkan saya.  
Walaupun saya jarang menyebut nama, namun biasanya mengena,  

Dengan menulis saya bisa menemukan jati diri saya kembali karena inilah waktu untuk banyak berdialog dengan diri sendiri, waktu dimana saya menyadari bahwa hari-hari terlewat tanpa saya mengucap maaf, aku sayang kamu, dan terima kasih.
Hari yang selalu sibuk dengan ritual yang monoton namun menyumbang rasa bahagia dari canda dan gelak tawa.
Sebetulnya saya punya pilihan untuk tidak terpenjara dari rasa tak bisa lagi berkarya.
Iya, saya punya pilihan itu, Anda pun sama.
Yuk AMKM, Aku Menulis Kamu Membaca......

HKM, 30 Agustus 2015 (ditulis di hape bebeh)

*kata pengganti "sayang" dari saya untuk suami, begitupun sebaliknya

Komentar

  1. akupuuunnnn, menulis itu bagian dari refreshing, mengeluarkan segala rasa dan pikiran berkecambuk

    dan setelah lama vakum, harus mulai memaksa diri untuk aktif lagi (baca: jangan kalah sama tidur mulu) :p

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Welcome to Makassar - Episode Bahasaku Bahasamu

Excited , waswas, panik, saat betul-betul menyadari bahwa sebentar lagi kami (saya dan anak-anak) harus pindah ke Makassar menyusul suami untuk menetap disana, entah berapa lama.  Sebagai emak-emak rempong tentu saja pada saat H minus sekian dan H plus sekian, masih saja rempong.  Banyak yang bertanya akan niat saya pindah, belum lagi yang berusaha menggagalkan kepindahan saya dengan black campaign nya hehehe.   Akhirnya tanggal 9 Januari 2016 saya untuk pertama kalinya dan dengan nekadnya mendarat juga di Makassar.   Setelah beberapa kali berkeliling, makan di rumah makan, jajan di minimarket, ke tempat londri, dapat saya simpulkan bahwa saya mengalami kesulitan berkomunikasi dengan mas-mas atau mba-mba yang mungkin pendidikannya tidak terlalu tinggi dan logat kedaerahannya sangat kental atau juga dengan orang yang usianya mungkin diatas 60 yaa, karena biasanya yang cukup berpendidikan atau yang usianya relatif sama dengan saya akan langsung m...

Ayam*, I want that tumbler

Otak ini selalu random memilih topik untuk ditulis, jadi jangan dipertanyakan motivasi tulisan saya kali ini :D (padahal dari judul obvious yak wakwaww) Jika black eye dianggap sebagai kopi sekopi-kopinya alias kopi banget, berarti kalau saya bilang saya ini peminum kopi tapi yang diminum kopi sachetan, piye? Eh tapi ga bangga juga sih jadi peminum kopi, itu kan judulnya pecandu kafein yaa?! Lepas dari nikotin, sekarang menemukan kafein.  Cuma membayangkan kopi saja bisa langsung merubah mood, kalau sehari belum ketemu jadi kangen ga ketulungan. Saya lama-lama jadi takut, apapun itu yang namanya “nyandu” efeknya ga bagus, apalagi ini kopi.  Kalau kecanduan sayur-sayuran sih ok aja lah.  Diluar manfaatnya baik atau tidak untuk tubuh, ini mungkin pikiran saya melayangnya kejauhan ya, saya jadi menyandarkan mood atau hidup kepada sesuatu yang sangat duniawi, walaupun hanya secangkir kopi. Please somebody tell me : it’s fine.. Buat saya kopi adalah minuman...

Haruskah saya bekerja lagi?

Merasa gagal menidurkan si bontot, biarlah dia bermain...dan permainannya menjilat kuas kemudian dia melukis diatas pot..ah sudahlah, bukan ini yang ingin saya bahas. Diskusi via WA hari ini dengan serorang sahabat membuat saya juga kembali bertanya, ada apa gerangan dengan pernikahan saat ini? Terutama mengenai tanggung jawab suami dan istri. Mengapa banyak sekali saya temui perempuan yang seolah tak memiliki pilihan sehingga harus terpaksa bekerja untuk menafkahi keluarga? Apakah suaminya terlalu cengeng? Apakah standar hidupnya tidak mau berubah? Apakah jangan-jangan sebetulnya si istri mencari-cari alasan seolah sulit untuk berhenti bekerja? Oh iya, bekerja yang saya maksud adalah keluar rumah untuk  mencari nafkah dari pagi hingga sore/malam dan meninggalkan pengasuhan anak kepada orang lain. Kadang kita merasa senang sekaligus bersalah disaat kita merasa sedang galau kemudian ada yang curhat dan kita merasa bersyukur dengan nasib kita yang serasa...