Langsung ke konten utama

Ayam*, I want that tumbler



Otak ini selalu random memilih topik untuk ditulis, jadi jangan dipertanyakan motivasi tulisan saya kali ini :D (padahal dari judul obvious yak wakwaww)

Jika black eye dianggap sebagai kopi sekopi-kopinya alias kopi banget, berarti kalau saya bilang saya ini peminum kopi tapi yang diminum kopi sachetan, piye?
Eh tapi ga bangga juga sih jadi peminum kopi, itu kan judulnya pecandu kafein yaa?! Lepas dari nikotin, sekarang menemukan kafein.  Cuma membayangkan kopi saja bisa langsung merubah mood, kalau sehari belum ketemu jadi kangen ga ketulungan.
Saya lama-lama jadi takut, apapun itu yang namanya “nyandu” efeknya ga bagus, apalagi ini kopi.  Kalau kecanduan sayur-sayuran sih ok aja lah.  Diluar manfaatnya baik atau tidak untuk tubuh, ini mungkin pikiran saya melayangnya kejauhan ya, saya jadi menyandarkan mood atau hidup kepada sesuatu yang sangat duniawi, walaupun hanya secangkir kopi. Please somebody tell me : it’s fine..

Buat saya kopi adalah minuman persahabatan dan kasih sayang, antara saya dengan kopinya, saya dengan teman-teman sesama peminum kopi dan saya dengan orang yang bukan peminum kopi tapi tau persis saya peminum kopi.  Ada masanya ngopi sambil main congklak, kopinya sebagai pemeran pembantu tapi congklaknya jadi pemeran utama, tujuannya: tertawa terbahak bersama.  Ada kalanya kopi sebagai intermezzo, rehat diantara pekerjaan dan nama kopinya: kopi Setiawan.  Kopi Setiawan ada 2 jenis: sachetan sama tubruk(an) haha, dua-duanya ni’meh dah.  

Kopi itu minuman kasih sayang, kalau ada kunjungan titian muhibah ke rumah mertua, beliau perhatian banget dengan hobi minum kopi saya.  Begitu pula suami, sudah beberapa kali bawa oleh-oleh kopi bukan sachetan (kayaknya penting banget yaa mengkastakan jenis kopi ini), nihh sekarang lagi  minum racikan kopi Toraja, sedap.
Kok ya jadi teringat waktu dulu masih jadi pecandu nikotin, ibu saya datang ke kost-an membawakan saya seperangkat alat makan: piring, mangkok, gelas, semua berwarna kuning, my fav colour, dan..asbak donk...(kasih sayang? hopeless? nyindir?).  Okay back to my story......

Masih tentang kopi (biar preambule nya agak panjang), dulu waktu saya masih suka bengek, ayah saya membuatkan saya kopi pahit dan diminum seteguk saja konon katanya biar ga bengek lagi, mungkin yang berprofesi sebagai dokter bisa menjelaskan ini sekedar sugesti atau memang ada penjelasan ilmiahnya ya..soalnya saya lagi males googling,

Sekarang kegelisahan saya bukan tentang kopi, tapi tentang tumbler alias gelas kece** buat minum kopi on the go.  Biasanya kalau hari sekolah saya tidak sempat ngopi di rumah, jadi selalu bawa di tumbler gratis hadiah teh tarik atau menggunakan disposable paper cup.  Jika saya tidak sempat menyiapkan kopi yaa terpaksa jajan di warung mamavina kopi ala ala mang uci (baca: driver), si kasta sachetan itu diseduh di gelas aqua seharga dua ribu rupiah saja.  
Oh ya, saya bukan pelajar, bukan pula guru, tapi saya orangtua murid, jika ada yang penasaran.

Lalu kenapa harus gelisah sih? Beli aja, kok kayak orang susah.  Nahh ini dia, berkaitan dengan harga yang setara iuran SPP si kakak, dan jenisnya banyak sekali, bagus semua lagi hahaha, udah nyandu kopinya, nyandu tumblernya pulak.  Inilah baiknya kita harus menjaga pandangan yaa, tapi kan gara-gara si kopi ini lagi saya jadi "melek".

Saya berjanji kalau punya tumbler itu, saya akan tetap menggantungkan hidup saya kepada yang Maha Kuasa dan menjadikan kopi sebagai………..kopi.


*baca postingan pertama saya
** buat adik-adik yang belum kenal ayah Jaja alias Jaja Miharja, "kece" ungkapan yang diciptakan oleh beliau sebagai lawan kata "memble" (tahun 1986) dan artinya bukan kaca yaa, tapi keren, bagus, cakep, cantik, seperti itu...


Komentar

  1. Kopi Omseti emang emooyy.. Setelah terjerumus ke dalam lembah (kopi) item, minum yg saksetan itu ga nampol lagii.. *hiks*
    Dan yang paling parahnya, siang2 makan di pija ut pun aku pesen kopi item yg pake coffee press ituu..
    Si mbak waitress, waktu nawarin menu : Pesan sekarang _mbak_ ?
    Waktu nganterin kopi : Silakan _bu_
    Mungkin karena biasanya yg mesen kopi item om2 atau malah aki2 yaa..
    Jadii.. kapan kita ke mana nih? *apacoba*

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah agenda tuker botolnya harus plus ngopi2, trus gimana niii eike mau ngucapin milad gitu dosa ga yaa..(ahaaa gajelas)

      Hapus
  2. Katanya kopi bukit tinggi itu enaaak, udah cobakah? *masihtentangkopi

    BalasHapus
  3. Kopi itu kalo buat aku ya cuma kopi, nda mempan buat menahan kantuk. Kalo ngantuk obatnya ya cuma tidur, titik.

    Trus mau komen apa lagi?
    Nda ada sih, cuman mau nulis itu aja. #ndajelas

    BalasHapus
    Balasan
    1. nah tadinya juga gitu neng aku, tapi kok ni kalo abis minum kopi toraja ini nih (apa karena takarannya beda ya) aku kuat melek loh

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Welcome to Makassar - Episode Bahasaku Bahasamu

Excited , waswas, panik, saat betul-betul menyadari bahwa sebentar lagi kami (saya dan anak-anak) harus pindah ke Makassar menyusul suami untuk menetap disana, entah berapa lama.  Sebagai emak-emak rempong tentu saja pada saat H minus sekian dan H plus sekian, masih saja rempong.  Banyak yang bertanya akan niat saya pindah, belum lagi yang berusaha menggagalkan kepindahan saya dengan black campaign nya hehehe.   Akhirnya tanggal 9 Januari 2016 saya untuk pertama kalinya dan dengan nekadnya mendarat juga di Makassar.   Setelah beberapa kali berkeliling, makan di rumah makan, jajan di minimarket, ke tempat londri, dapat saya simpulkan bahwa saya mengalami kesulitan berkomunikasi dengan mas-mas atau mba-mba yang mungkin pendidikannya tidak terlalu tinggi dan logat kedaerahannya sangat kental atau juga dengan orang yang usianya mungkin diatas 60 yaa, karena biasanya yang cukup berpendidikan atau yang usianya relatif sama dengan saya akan langsung m...

Haruskah saya bekerja lagi?

Merasa gagal menidurkan si bontot, biarlah dia bermain...dan permainannya menjilat kuas kemudian dia melukis diatas pot..ah sudahlah, bukan ini yang ingin saya bahas. Diskusi via WA hari ini dengan serorang sahabat membuat saya juga kembali bertanya, ada apa gerangan dengan pernikahan saat ini? Terutama mengenai tanggung jawab suami dan istri. Mengapa banyak sekali saya temui perempuan yang seolah tak memiliki pilihan sehingga harus terpaksa bekerja untuk menafkahi keluarga? Apakah suaminya terlalu cengeng? Apakah standar hidupnya tidak mau berubah? Apakah jangan-jangan sebetulnya si istri mencari-cari alasan seolah sulit untuk berhenti bekerja? Oh iya, bekerja yang saya maksud adalah keluar rumah untuk  mencari nafkah dari pagi hingga sore/malam dan meninggalkan pengasuhan anak kepada orang lain. Kadang kita merasa senang sekaligus bersalah disaat kita merasa sedang galau kemudian ada yang curhat dan kita merasa bersyukur dengan nasib kita yang serasa...